السّلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Kita hidup di dunia yang fana ini layaknya seorang pengembara yang sedang menempuh perjalanan yang sangat jauh, seperti halnya pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi:
كُنْ فِي الدُنيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Hiduplah engkau di dunia ini layaknya seorang asing atau seorang pengembara.” (H.R Bukhari)
Dan tujuan utama dari perjalanan yang jauh ini adalah mendapatkan rida dari Allah Ta’ala serta surga yang dipenuhi oleh kenikmatan yang tiada bandingannya. Dan perlu kita ketahui bahwa setiap orang yang akan melakukan perjalanan yang sangat jauh harus memiliki persiapan dan bekal yang matang agar perjalanan yang akan dihadapi tidak menjadi malapetaka untuknya. Lalu, bekal apakah yang harus disiapkan untuk menempuh perjalanan dunia ini?
Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al Baqarah:
وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ
“Dan persiapkanlah bekal kalian. Maka sungguh sebaik-baiknya bekal adalah ketakwaan.” (Q.S. Al Baqarah: 197)
Dari ayat di atas bisa kita lihat bahwa Allah Ta’ala memerintahkan seluruh hambanya agar menyiapkan bekal guna menempuh perjalanan yang jauh. Selanjutnya, Allah Ta’ala memberikan sebuah petunjuk tentang bekal terbaik yang patut dipersiapkan oleh manusia, yaitu ketakwaan. Dengan bekal ketakwaan yang matang, manusia akan lebih mudah untuk menghadapi segala rintangan dan cobaan yang menghadangnya di dalam perjalanan panjang ini. Sebaliknya, tanpa adanya bekal ketakwaan yang matang, maka manusia akan tersesat. Bahkan lebih buruk, dia akan celaka di tengah perjalanan ini. Lalu, apa makna takwa yang sebenarnya? Sebuah kata yang Allah Ta’ala sampai mensifatinya dengan “Sebaik-baiknya bekal.”
Takwa sebagaimana yang didefinisikan oleh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu adalah:
“Takwa adalah takut kepada Yang Maha Agung, beramal dengan apa yang telah diwahyukan (Al-Qur’an dan Sunnah), qana’ah (merasa cukup) dengan yang sedikit, dan mempersiapkan diri untuk mengahadapi hari kematian.”
Berdasarkan definisi yang disebutkan di atas, bisa kita simpulkan beberapa ciri orang yang bertakwa, yaitu:
- Takut kepada Allah Ta’ala
Takut kepada Allah Ta’ala yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui apa yang dilakukan oleh hamba-Nya, kapan pun, dimana pun, dan dalam kondisi ramai atau sendiri, seperti yang disabdakan oleh Nabi:
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
“Bertakwalah kamu dimana pun kamu berada.” (H.R Tirmidzi)
- Beramal dengan apa yang telah diwahyukan
Hendaklah setiap muslim yang bertakwa senantiasa beramal dengan apa yang telah diwahyukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, baik itu dari Al-Qur’an maupun dari Sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan tidak meninggalkan salah satunya seperti yang disebutkan Allah dalam firmannya:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ
“Katakanlah wahai Muhammad, jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku agar Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian.” (Q.S Ali ‘Imran: 31)
Dan hendaklah seorang muslim yang bertakwa tidak mengerjakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya di dalam agama, karena itu adalah perbuatan sia sia, seperti Sabda Nabi ﷺ yang berbunyi:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan, yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu akan tertolak (sia-sia).” (H.R Muslim)
- Qanaah dengan yang Sedikit
Kita harus senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah Ta’ala, mungkin nikmat yang kita anggap sedikit di mata kita, terlihat besar di mata orang lain yang tidak mendapatkan nikmat tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ, وَ لاَ تَنْظُرُوْا إِلىَ مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ,فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian, dan janganlah melihat ke orang yang diatas kalian, maka dia lebih pantas untuk tidak menyepelekan nikmat Allah yang diberikan kepadanya.” (H.R Muttafaq Alaihi)
Dan jika kita bersyukur dengan nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita, maka Allah akan menambahkan nikmat tersebut, akan tetapi jika kita mengkufuri nikmat-Nya maka sungguh adzab Allah itu pedih.
- Mempersiapkan Diri untuk Menghadapi Hari Kematian
Sifat terakhir dari orang bertakwa yang disebutkan oleh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu yaitu hendaknya seorang muslim selalu mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kematian yang bisa datang kapan saja dan tidak ada seorang pun yang bisa lari darinya, Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang engkau lari darinya, maka ia pasti akan menghampiri kalian, lalu kalian akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui hal hal yang ghaib dan yang nyata, lalu dia (Allah) akan memberitahukan kalian apa yang telah kalian kerjakan.” (Q.S Al-Jumuah: 8)
Seyogyanya untuk seorang muslim yang bertakwa untuk tidak merasa cukup dengan amalan yang sudah dia kerjakan, akan tetapi hendaknya dia merasa kurang puas atas amalan yang sudah dikerjakan, karena sesungguhnya amalan manusia itu hanya sedikit, Maimun bin Mihran Rahimahullah berkata:
إِنَّ أَعْمَالَكُمْ قَلِيلَةٌ فَأَخْلِصُوا هَذَا الْقَلِيلَ
”Sesungguhnya amalan kalian itu sedikit, maka ikhlaskanlah amalan yang sedikit tersebut.”
Sebagai penutup, semoga kita semua diberi taufik serta kemudahan untuk menjadi seorang muslim yang bertaqwa sebagaimana yang disebutkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dan mendapatkan surga yang telah dijanjikan oleh Allah untuk hamba-hambanya yang bertakwa.
تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِيْ نُوْرِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا
“Itu adalah surga yang diwariskan untuk hamba-hamba kami yang bertakwa” (Q.S. Maryam: 63)
و صلى الله على نبيّنا محمّد و على آله والأصحاب و سلّم أجمعين
و السّلام عليكم و رحمة الله و بركاته
