JANDA
Apa yang terpikirkan oleh Anda jika mendengar kata Janda?
Seseorang perempuan yang berpengalaman?
Seorang perempuan yang ditinggal nikah?
Seorang perempuan yang gagal mempertahankan rumah tangga?
Seorang perempuan yang sudah tidak lagi perawan?
Pelakor?
Ataupun stigma-stigma lainnya yang mungkin bisa lebih buruk dari itu?
Tapi,
Pernakah Anda berpikir tentang susahnya kehidupan seorang Janda? Terlebih lagi jika dia memiliki anak yang harus ditanggung sedangkan sang mantan suami telah lama pergi.
Sedikit saya akan bercerita tentang kehidupan seorang Janda,
Beliau Bernama Sri Mulyati (45), atau yang lebih akrab disapa Ibu Nung. Wanita yang menjadi janda pada usia yang cukup muda ini ternyata harus berjuang mati-matian untuk membesarkan anak-anaknya.
Karena tidak punya cukup uang, Nung terpaksa tinggal di rumah panggung yang dibangun di atas tumpukan sampah basah di area pemulung. Nung sendiri terpaksa juga menjadi pemulung. Bahkan anak-anak mereka juga akhirnya ikut menjadi pemulung dan tidak sekolah karena tidak ada biaya.
Ujian dari Tuhan ternyata tidak sampai di situ saja. Pada tahun 2013 suaminya meninggal dunia akibat penyakit diabetes dan infeksi paru-paru.
“Saya nggak punya waktu untuk terpuruk, anak-anak masih butuh ibunya,” kata Nung”
Nung yang sempat mengenyam pendidikan hingga kelas 3 SMP tidak menyerah begitu saja untuk menghidupi anak-anaknya. Dia bekerja siang dan malam demi menghidupi anak-anaknya sebagai tukang pijat dan pemulung.
Nung mengakui, pekerjaannya sebagai tukang pijat tentu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bersama anak-anaknya.
“Kalau dibilang cukup ya nggak bisa dibilang cukup juga. Tapi rezeki itu kan tidak bisa dilogika. Sulit kalau mau diceritakan. Gimana aja caranya, yang penting cukup,” katanya.
Nung juga mengaku seringkali puasa jika uangnya tidak cukup untuk makan. Lebih baik dia yang tidak makan asalkan anak-anaknya makan.
Dalam keadaan yang serba kekurangan Nung ternyata masih memikirkan akhirat. Dia dengan sukarela mengajar mengaji kepada 60 anak pemulung di sekitar rumahnya tanpa dibayar sepeser pun. Nung mengatakan bahwa dia hanya ingin berguna bagi orang lain.
Menjadi seorang janda itu tidak mudah, bukan hanya tentang kerasnya hidup yang harus dijalankan tetapi juga tentang kuatnya mental di tengah-tengah stigma negative tentang seorang janda.
Tapi, apakah mereka tidak memiliki hak dan kesempatan untuk Bahagia?
Kesempatan dan hak untuk menjalankan kehidupan baru yang lebih baik?
Kesempatan dan hak untuk mendapatkan kasih sayang dari orang-orang yang peduli akan hidup mereka?
Kamu dan kita semua bisa memberikan hak dan kesempatan itu.
Tidak perlu menikahi nya, tapi cukup dengan memberikan kasih dan peduli kita kepada mereka.
Rasul shallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
“Orang yang berusaha menghidupi para janda dan orang-orang miskin laksana orang yang berjuang di jalan Allah. Dia juga laksana orang yang berpuasa di siang hari dan menegakkan shalat di malam hari.” (HR. Bukhari no. 5353 dan Muslim no. 2982)
Mari, kami mengajak kepada siapapun yang tergerak hatinya untuk membantu para janda fakir-miskin (kurang mampu) untuk berdonasi melalui Program Peduli Janda.
Infak yang anda berikan, akan kami salurkan kepada mereka yang membutuhkan,
“Berapapun Nominal Sedekah yang Anda Berikan, Maka itu Sangatlah Berarti,. Jangan merasa malu apabila memberi sedikit untuk amal, itu karena selalu ada kebaikan dalam memberi, tidak peduli seberapa kecil amalan kita.”
Informasi & Pelayanan Hubungi:
0812-7694-9644
Atau Bisa Kunjungi Kami di:
Komplek Ponpes Imam Syafi’i, Kel. Sungai Binti, Kec. Sagulung, Batam, Kepulauan Riau.
Facebook:
InfakOnline.Id
Pontrenis Batam
Instagram:
Infakonline.id
Pontrenis.batam
